Total Tayangan Halaman

75,874

probux

Rabu, 10 September 2014

Doa dianjurkan pada setiap saat dan setiap waktu

> Doa dianjurkan pada setiap saat dan setiap waktu. Allah telah > memerintahkan > hambanya untuk berdoa, dan meminta darinya untuk berdoa kepada-Nya.> “Tuhanmu > berkata, mintalah kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan” (QS. Ghâfir 40: 60).

> Doa > merupakan otak ibadah. Doa mempengaruhi sesuatu yang sudah ada dan yang > belum ada. Maka, seorang hamba hendaknya tak melupakan doa di setiap saat > dan setiap waktu. >> Akan tetapi ada beberapa waktu dan kondisi di mana doa pada saat itu > diharapkan lebih cepat terkabul. Salah satunya adalah ketika seseorang > sedang melakukan ibadah puasa, baik itu puasa wajib, seperti puasa > Ramadan; > puasa sunah, seperti puasa di hari-hari yang disunahkan berpuasa; atau pun > puasa nadzar, dan puasa kafarat (yaitu puasa sebagai sanksi karena > melanggar > aturan agama, contohnya orang yang melanggar sumpah, penyunting).

>
> Di saat puasa, pada pertengahan hari, doa diharapkan lebih cepat terkabul. > Begitu juga saat berbuka pada waktu azan Maghrib. Dari Abdullah Ibn ‘Amr > Ibn > al-‘Ash ra. bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Orang yang berpuasa tidak akan > ditolak doanya ketika sedang berbuka” (HR. Ibn Mâjah).

>
> Abdullah ra. sendiri ketika berbuka selalu berdoa: “Ya, Allah! Dengan belas-kasih-Mu yang maha luas, aku memohon kepada-Mu untuk mengampuni diriku”. (Dalam teks Arabnya berbunyi: Allâhumma innî as-aluka birahmatika allatî wasi’at kulla syai-in, an taghfira lî).

>
> Adapun doa berbuka yang diriwayatkan dari Rasulullah saw. di antaranya > adalah: “Ya, Allah! Karena-Mu, aku berpuasa. Dan atas rizki-Mu, aku > berbuka.> Dahaga telah sirna, tenggorokan pun telah basah. Semoga, dengan seizin-Mu, > tetapkanlah pahalanya”. (Teks Arabnya berbunyi: Allâhumma laka shumtu, wa > ‘alâ rizqika afthartu, dzahaba al-dzama-u, wabtalat al-‘uruqu, > watsabatal-ajru insyâallâh ta’âlâ).

>
> Dalam doa di atas, ada harapan untuk mendapatkan pahala, rahmat, dan > ungkapan rasa syukur dari seorang hamba. Dan, lagi, di antara dasar maqbulnya doa orang yang sedang berpuasa adalahHadis Nabi saw yang artinya: “Tiga orang yang doanya tak akan ditolak,orangyang puasa sampai ia berbuka, pemimpin yang adil, dan orang yang dizalimi” (HR. al-Tirmidzi).

>
> Dalam riwayat lain dikatakan, “ketika berbuka”. Juga dalam sebagian > riwayat > yang lain dikatakan, “doa orang yang teraniaya diangkat oleh Allah ke atas > awan. Kemudian Tuhan pun berkata: ‘Demi Keagungan dan Kemuliaan-Ku, cepat > atau lambat, niscaya Aku akan menolongmu’.”

>
> Demikianlah, dari Hadis-Hadis di atas, kami melihat bahwasanya waktu > berpuasa adalah waktu yang mustajab untuk berdoa. Maka bagi orang yang > berpuasa, baik itu puasa wajib ataupun sunnah, agar memperbanyak doa. > Ketika > berdoa, hendaknya berdoa dengan hal-hal yang baik, bagi dirinya dan > saudara-saudaranya, bukan dengan doa untuk kejelekan, dosa, dan memutuskan > tali persaudaraan.

>
> Dari Ibnu ‘Umar ra., ia berkata: “Rasulullah tidak pernah meninggalkan > majlis sebelum mendoakan sahabat-sahabatnya dengan doa seperti berikut: > “Ya, > Allah! Anugerahkan kepada kami rasa takut yang dapat menjauhkan kami dari > berbuat maksiat kepada-Mu. Anugerahkan kepada kami ketaatan yang dapat > menuntun kami menuju surga-Mu. Anugerahkan kepada kami keyakinan yang > mampu > mengalahkan keruwetan dunia ini. Ya, Allah! Jadikanlah kami orang yang > bias > menikmati pendengaran, penglihatan, dan kekuatan selama kami hidup, dan > wariskan pula hal itu kepada keturunan kami. Ya, Allah! Balaskanlah dendam > kami kepada orang-orang yang telah berlaku zalim kepada kami, dan > tolonglah > kami menghadapi musuh-musuh kami. Ya, Allah! Jangan Engkau timpakan > bencana > kami dalam agama kami; jangan Engkau jadikan dunia sebagai tujuan utama > kami, juga bukan tujuan utama ilmu kami. Dan ya, Allah! Jangan Engkau > kuasakan orang-orang yang tiada mengasihi kami atas diri kami “ (HR. > al-Turmudzi dan al-Hakim).
>
> (Teks Arabnya berbunyi: Allâhumma aqsim lanâ min khasyyatika ma tahûlu > bihî > bainanâ wa baina ma’shiyatik, wa min thâ’atika mâ tuballighunâ bihî > jannatak, wa min al-yaqîni mâ tuhawwinu bihî ‘alaynâ mashâib-addunyâ, wa > matti’nâ bi asmâ’inâ wa abshârinâ wa quwwatinâ mâ ahyaytanâ, waj’alh-u > l-wâritsa minnâ, waj’al tsa‘ranâ ‘alâ man dhalamanâ, wanshurnâ ‘alâ man > ‘âdânâ, wa lâ taj’al mushîbatanâ fî dîninâ, wa lâ taj’aliddunya akbara > hamminâ wa lâ mablagha ‘ilminâ, wa lâ tusallith ‘alaynâ man lâ yarhamunâ).
>
>
> (Disunting dari al-Shiyâm fî ‘l-Islam, karya Dr. Ahmad Umar Hasyim.

> Penyunting dan alih bahasa: Yessi Afdiani NA. & Shocheh Ha.)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar