Doa dianjurkan pada
setiap saat dan setiap waktu. Allah telah memerintahkan hambanya
untuk berdoa, dan meminta darinya untuk berdoa kepada-Nya. “Tuhanmu berkata, mintalah kepada-Ku, niscaya Aku
kabulkan” (QS. Ghâfir 40: 60).
Di saat puasa, pada
pertengahan hari, doa diharapkan lebih cepat terkabul. Begitu juga saat berbuka
pada waktu azan Maghrib. Dari Abdullah Ibn ‘Amr Ibn al-‘Ash ra. bahwasanya
Nabi saw. bersabda: “Orang yang berpuasa tidak akan ditolak doanya ketika
sedang berbuka” (HR. Ibn Mâjah).
Abdullah ra. sendiri ketika berbuka selalu berdoa: “Ya, Allah!
Dengan belas-kasih-Mu yang maha luas, aku memohon kepada-Mu untuk
mengampuni diriku”. (Dalam teks Arabnya berbunyi: Allâhumma innî as-aluka
birahmatika allatî wasi’at kulla syai-in, an taghfira lî).
Adapun doa berbuka yang
diriwayatkan dari Rasulullah saw. di antaranya adalah: “Ya, Allah!
Karena-Mu, aku berpuasa. Dan atas rizki-Mu, aku berbuka. Dahaga telah sirna, tenggorokan
pun telah basah. Semoga, dengan seizin-Mu, tetapkanlah pahalanya”.
(Teks Arabnya berbunyi: Allâhumma laka shumtu, wa ‘alâ rizqika afthartu,
dzahaba al-dzama-u, wabtalat al-‘uruqu, watsabatal-ajru
insyâallâh ta’âlâ).
Dalam doa di atas, ada harapan untuk mendapatkan pahala, rahmat, dan ungkapan rasa syukur dari seorang hamba. Dan, lagi, di antara
dasar maqbulnya doa orang yang sedang berpuasa adalahHadis Nabi saw yang artinya: “Tiga orang yang doanya
tak akan ditolak,orangyang puasa sampai ia berbuka,
pemimpin yang adil, dan orang yang dizalimi” (HR. al-Tirmidzi).
Dalam riwayat lain
dikatakan, “ketika berbuka”. Juga dalam sebagian riwayat yang lain dikatakan,
“doa orang yang teraniaya diangkat oleh Allah ke atas awan. Kemudian Tuhan pun
berkata: ‘Demi Keagungan dan Kemuliaan-Ku, cepat atau lambat, niscaya Aku
akan menolongmu’.”
Demikianlah, dari
Hadis-Hadis di atas, kami melihat bahwasanya waktu berpuasa adalah waktu
yang mustajab untuk berdoa. Maka bagi orang yang berpuasa, baik itu puasa
wajib ataupun sunnah, agar memperbanyak doa. Ketika berdoa, hendaknya berdoa
dengan hal-hal yang baik, bagi dirinya dan saudara-saudaranya,
bukan dengan doa untuk kejelekan, dosa, dan memutuskan tali persaudaraan.
Dari Ibnu ‘Umar ra., ia
berkata: “Rasulullah tidak pernah meninggalkan majlis sebelum mendoakan
sahabat-sahabatnya dengan doa seperti berikut: “Ya, Allah! Anugerahkan kepada
kami rasa takut yang dapat menjauhkan kami dari berbuat maksiat
kepada-Mu. Anugerahkan kepada kami ketaatan yang dapat menuntun kami menuju
surga-Mu. Anugerahkan kepada kami keyakinan yang mampu mengalahkan keruwetan dunia ini.
Ya, Allah! Jadikanlah kami orang yang bias menikmati
pendengaran, penglihatan, dan kekuatan selama kami hidup, dan wariskan pula hal itu kepada
keturunan kami. Ya, Allah! Balaskanlah dendam kami kepada orang-orang yang telah berlaku zalim
kepada kami, dan tolonglah kami menghadapi musuh-musuh kami.
Ya, Allah! Jangan Engkau timpakan bencana
kami dalam agama kami;
jangan Engkau jadikan dunia sebagai tujuan utama kami, juga bukan tujuan utama ilmu kami. Dan ya,
Allah! Jangan Engkau kuasakan
orang-orang yang tiada mengasihi kami atas diri kami “ (HR. al-Turmudzi dan al-Hakim).
(Teks Arabnya berbunyi:
Allâhumma aqsim lanâ min khasyyatika ma tahûlu bihî bainanâ
wa baina ma’shiyatik, wa min thâ’atika mâ tuballighunâ bihî jannatak, wa min al-yaqîni mâ
tuhawwinu bihî ‘alaynâ mashâib-addunyâ, wa matti’nâ bi asmâ’inâ wa abshârinâ wa quwwatinâ mâ
ahyaytanâ, waj’alh-u l-wâritsa
minnâ, waj’al tsa‘ranâ ‘alâ man dhalamanâ, wanshurnâ ‘alâ man ‘âdânâ, wa lâ taj’al mushîbatanâ
fî dîninâ, wa lâ taj’aliddunya akbara hamminâ wa lâ mablagha ‘ilminâ, wa lâ tusallith ‘alaynâ man lâ
yarhamunâ).
(Disunting dari al-Shiyâm fî ‘l-Islam, karya Dr. Ahmad Umar
Hasyim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar